Sabtu, 07 Juni 2014

Indonesia Layak Jadi Tujuan Investasi


Oleh Direksi

Dalam sejarah disebutkan bahwa Indonesia atau Nusantara merupakan wilayah yang subur dan makmur, banyak dikunjungi pedagang dari Asia, Timur Tengah dan Eropa. Bahkan banyak Negara Barat ingin menguasai Indonesia, diantaranya Protugis, Inggris, Jepang dan Belanda. Hingga saat ini, Indonesia masih manarik untuk tujuan investasi maupun pasar yang besar bagi perdagangan global.

Posisi strategis wilayah Indonesia dan jumlah penduduk yang besar sangat menggiurkan bagi investasi dan pasar global. Namun disayangkan bangsa Indonesia belum mampu secara maksimal mengelola kekayaan alam dan pasar dalam negeri sabagai kekuatan ekonomi nasional. Bahkan ada upaya pihak asing yang ingin mengerdilkan Indonesia dari sisi ekonomi. Indikasinya negara yang biasa memberikan utang menyebut Indonesia masuk dalam kategori fragile five atau negara rentan kerapuhan ekonomi. Negara dianggap fragile five adalah Indonesia, Brasil, India, Afrika Selatan, dan Turki.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati mengatakan sebenarnya Indonesia tidak menjadi fragile five sebab utang Indonesia masih kategori aman. Negara yang ngasih utang itu beri statment agar mereka mudah melakukan aksi pecundang terhadap Indonesia. Infasi 2013 masih di bawah doubel digit sekitar 8,38%. Sementara pertumbuhan ekonomi masih kisaran 5,7%. Termasuk keanekaragaman hayati Indonesia yang luas. Atas dasar tersebut yang layak kategori fragile adalah Amerika Serikat bukan Indonesia. Ini miss management makro, oleh mereka yang menyebut Indonesia masuk negara fragile. Amerika lah yang terindikasi negara fragile. Sebab mereka saat ini masih mengalami gejolak ekonomi. Begitu krisis tiba AS tinggal ambruknya nggak hidup lagi. Namun demikian, legitiminasi fragile menjadi bahan evaluasi menjadi lebih baik. Kepentingam Indonesia terhadap isu tersebut sebagai warning.

Sumber : koran kompas


OPINI

Kita sebagai bangsa harus mampu menghadang segala rintangan pihak asing yang berupaya mengusai Indonesia melalui ekonomi. Kemandirian ekonomi nasional perlu digalakkan dari segala lini. Nasionalisme harus dikobarkan dengan semangat kerja keras, pantang menyerah, ulet, jangan sampai tergantung negara lain, sehingga sebagai bangsa tidak mudah diatur negara lain.

Kita berharap seluruh komponen dan elemen bangsa ini satu tujuan membangun Indonesia menuju sejahtera adil dan makmur. Kita harus membuka peluang investasi seluas-luasnya dan sebesar-besarnya, sehingga banyak modal masuk, membuka peluang tenaga kerja yang banyak dan ekonomi nasional semakin kuat. Selamat berjuang para pengusaha muda, tunjukkan bahwa Indonesia mampu menjadi negara besar dengan kuatan ekonomi yang mandiri, serta mampu bersaing secara internasional.


Ancaman Ekonomi Indonesia


Oleh redaksi

Sementara ini Indonesia masih sangat menarik sebagai tujuan investasi. Pertumbuhan ekonomi kuat pada 2012-2013 karena Indonesia punya perekonomian yang begitu beragam, basis komoditas, konsumsi yang kuat, dan sektor jasa yang kuat.



Perekonomian merupakan salah satu penentu posis tawar setiap negara dalam pergaulan internasional. Kondisi ekonomi sangat menentukan dalam pertahanan negara dari ancaman ekonomi baik dari internal dan eksternal.

Potensi ancaman dari internal dapat berupa inflasi, pengangguran, infrastruktur yang tidak memadai, dan sistem ekonomi yang tidak jelas.

Sementara ancaman dari eksternal dapat berbentuk kinerja ekonomi yang buruk, daya saing rendah, ketidaksiapan mengahadapi globalisasi dan tingkat ketergantungan terhadap pihak asing

Berdasarkan The Global Competitiveness Index, (GCI) tahun 2012-2013 Indonesia berada di ranking 50 dengan score 4.4 atau sudah masuk dalam Stage 2 Development Global, dengan Efficiency Driven. Ini artinya, perekonomian Indonesia sudah dikendalikan oleh efisiensi dari penggunaan berbagai faktor produksi.

Sementara ini Indonesia masih sangat menarik sebagai tujuan investasi. Pertumbuhan ekonomi kuat pada 2012-2013 karena Indonesia punya perekonomian yang begitu beragam, basis komoditas, konsumsi yang kuat, dan sektor jasa yang kuat. Pemerintah Indonesia juga punya program investasi yang menarik untuk investor. 

Perekonomian merupakan salah satu penentu posis tawar setiap negara dalam pergaulan internasional. Kondisi ekonomi sangat menentukan dalam pertahanan negara dari ancaman ekonomi baik dari internal dan eksternal.

Potensi ancaman dari internal dapat berupa inflasi, pengangguran, infrastruktur yang tidak memadai, dan sistem ekonomi yang tidak jelas.

Sementara ancaman dari eksternal dapat berbentuk kinerja ekonomi yang buruk, daya saing rendah, ketidaksiapan mengahadapi globalisasi dan tingkat ketergantungan terhadap pihak asing

Berdasarkan The Global Competitiveness Index, (GCI) tahun 2012-2013 Indonesia berada di ranking 50 dengan score 4.4 atau sudah masuk dalam Stage 2 Development Global, dengan Efficiency Driven. Ini artinya, perekonomian Indonesia sudah dikendalikan oleh efisiensi dari penggunaan berbagai faktor produksi.

Sementara ini Indonesia masih sangat menarik sebagai tujuan investasi. Pertumbuhan ekonomi kuat pada 2012-2013 karena Indonesia punya perekonomian yang begitu beragam, basis komoditas, konsumsi yang kuat, dan sektor jasa yang kuat. Pemerintah Indonesia juga punya program investasi yang menarik untuk investor.

Sumber : Koran poskota


OPINI

Gambaran jangka panjang Indonesia sangat baik. Kalau melihat 10 tahun kebelakang, Indonesia membuat progres yang luar biasa dalam iklim usaha dan regulasi

Namun harus diakui, tantangan ekonomi Indonesia saat ini lebih condong persoalan korupsi dalam pemerintahan dan semua sektor kegiatan ekonomi. Masalah korupsi kini telah menjadi hambatan pembangunan di hampir seluruh sektor pembangunan di Indonesia.

Tantangan berikutnya adalah bagaimana mengatasi perilaku birokrasi dalam mengkoordinasi pembangunan, baik diantara internal pemerintahan maupun pusat dengan daerah.

Kalau dua hal ini sudah berhasil diatasi, yaitu pemberantasan korupsi dan merubah perilaku birokrasi menjadi lebih efisien, bersifat melayani, dan mampu mensinergikan instansi terkait untuk mendukung pembangunan maka Indonesia berpeluang menjadi lebih maju dan mampu bertahan di tengah persaingan global.




Konsep Dasar Penghasilan : Pengukuran dan Pengakuan



Tujuan pokok konsep ini adalah mengidentifikasi berbagai atribut penghasilan dari sudut pandang perpajakan. Istilah penghasilan memang sudah dikenal oleh masyarakat luas, bahkan oleh mereka yang tidak berpenghasilan sekalipun. Dua masalah pokok yang menyangkut penentuan jumlah penghasilan, yaitu :
  1. pengertian atau definisi penghasilan itu sendiri
  2. metode-metode pengukurannya
Konsep Ekonomik

Para ekonomi mendefinisikan penghasilan sebagai jumlah (barang dan jasa) yang dalam jangka waktu tertentu bisa dikonsumsikan oleh suatu entitas, tanpa mengakibatkan berkurangnya modal. Para ekonom menggunakan menggunakan pendekatan pemeliharaan capital (equity atau capital maintenance approach) didalam menentukan penghasilan suatu entitas dalam suatu periode.

Penghasilan = (Modal Akhir) – (Modal Awal), atau
Penghasilan = (Nilai Konsumsi Barang/Jasa) +/- (Perubahan Modal)


Dengan demikian, menurut konsep ekonomik penghasilan adalah sama dengan jumlah dari nilai (harga pasar) barang atau jasa yang sesungguhnya dikonsumsikan oleh suatu entitas ditambah kenaikan dan/atau dikurangi penurunan nilai barang atau jasa yang dapat atau bersedia untuk dikonsumsikan di kemudian hari atau dalam periode-periode berikutnya.

Konsep ekonomi tentang penghasilan menekankan pada nilai barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsikan atau kemampuan konsumsi dari suatu entitas. Penghasilan diukur berdasar kemampuan dari suatu entitas untuk mengkonsumsikan barang dan jasa, yang seringkali juga disebut sebagai daya beli (purchasing power) atau pendapatan riil (real income). Tiga aspek fundamental di dalam konsep ekonomik tentang penghasilan tersebut :
  1. Konsep ekonomik tentang penghasilan merupakan suatu konsep yang sangat luas cakupannya.
  2. Konsep ekonomik tentang penghasilan meliputi keuntungan dan kerugian, baik yang sudah maupun yang belum direalisasikan (realized and unrealized gains and losses).
  3. Konsep ekonomik tentang penghasilan mengharuskan untuk dipertimbangkannya efek atau pengaruh perubahan tingkat harga, penurunan daya beli uang atau inflasi.
Perubahan (kenaikan atau penurunan nilai) dari suatu barang atau jasa yang diukur tidak berdasar pada transaksi yang sesungguhnya terjadi disebut keuntungan atau laba yang belum direalisasikan (unrealized gains) atau kerugian yang belum sesungguhnya terjadi (unrealized loss), dan oleh karena itu pantas diragukan obyektivitasnya.

Penekanan daya beli, menuntut harus juga dipertimbangkan efek inflasi (penurunan daya beli uang) sebagai salah satu faktor penyesuaian di dalam pengukuran penghasilan. Kenaikan nilai barang dan jasa yang semata-mata disebabkan oleh perubahan daya beli uang (dalam hal ini penurunan) tidak bisa dipandang sebagai penghasilan, karena kenaikan nilai tersebut tidak diikuti oleh bertambahnya kemampuan untuk mengkonsumsi barang atau jasa. Maka dari itu, penghasilan sebagai tambahan kemampuan ekonomis dari suatu entitas, harus diukur berdasar nilai rupiah konstan.Untuk itu, diperlukan adanya suatu indek (nilai unit moneter) pada saat tertentu yang disebut tingkat harga tahun dasar atau base period. Nilai rupiah yang sekarang berlaku harus dikonversikan ke dalam nilai rupiah konstan berdasar indeks harga pada tahun dasar tersebut. Menurut konsep ekonomik, kenaikan atau penurunan nilai barang atau jasa sebagai penghasilan atau kerugian (dalam pengertian unrealized gains or losses) berdasar formula perhitungan sebagai berikut :
  1. Penghasilan (Kenaikan Nilai Saham) = (Nilai Saham Akhir Tahun) – (Nilai Saham Awal Tahun)
  2. Kerugian (Penurunan Nilai Saham) = (Nilai Saham Awal Tahun) – (Nilai Saham Akhir Tahun)
Konsep Akuntansi

Para akuntan menggunakan pendekatan transaksi (transaction approach) dan konsep harga pertukaran (exchange price) sebagai dasar pengukuran penghasilan. Alasan utama digunakannya pendekatan dan harga demikian adalah karena transaksi yang sesungguhnya terjadi dan harga pertukaran bersifat obyektif dan dapat diverifikasi kebenarannya. Pendekatan transaksi dan harga pertukaran sebagai dasar pengukuran penghasilan bukan tanpa kelemahan atau keterbatasan. Salah satu kelemahan dari penggunaan konsep harga pertukaran adalah karena penghasilan diukur hanya berdasar jumlah rupiah absolut, tanpa mempetimbangkan kemungkinan adanya perubahan tingkat harga atau penurunan daya beli/inflasi.

Pada hakekatnya, penghasilan adalah sama dengan jumlah nilai barang dan jasa yang dikonsumsikan dalam suatu periode ditambah kenaikan nilai kekayaan atau modal dalam periode terkait. Hanya saja, didalam mengukur perubahan nilai kekayaan atau modal; konsep akuntansi menggunakan harga pertukaran (harga historis atau nilai perolehan dan bukan nilai atau harga yang sekarang berlaku atau current value). Oleh karena harga pertukaran (harga historis atau nilai perolehan) tidak berubah sebagai akibat perjalanan waktu; maka tidak ada perubahan nilai yang perlu diakui atau dicatat sampai dengan terjadinya suatu transaksi di kemudian hari. Sebagai akibatnya, menurut konsep akuntansi tidak mengakui keuntungan yang belum direalisasikan sebagai suatu komponen penghasilan. Namun sebaliknya, menurut konsep akuntansi; kerugian yang kemungkinan besar akan terjadi dan sudah dapat ditentukan jumlahnya dalam banyak hal harus diakui.

Pengalaman tingkat inflasi yang relatif tinggi dibeberapa negara maju, telah membuat sebagian akuntan untuk memikirkan kembali kemungkinan diaplikasikannya model-model akuntansi dengan mempertimbangkan perubahan tingkat harga (current cost accounting model, general price level accounting model, replacement cost accounting model); yang sebagai konsekuensinya harus mengakui keuntungan yang belum direalisasikan sebagai komponen penghasilan. Namun pada umumnya, para akuntan tetap bersikukuh untuk tidak beranjak dari model akuntansi berdasar harga historis (historis cost accounting model), yang tidak mengakui keuntungan yang belum direalisasikan sebagai komponen penghasilan.

Secara garis besar, perbedaan antara konsep akuntansi dengan konsep ekonomik menyangkut penghasilan dapat diakui sebagai berikut. Menurut konsep ekonomik, penghasilan meliputi semua keuntungan dan kerugian; dari manapun sumbernya, yang didalam pengukuran atau penentuan jumlahnya harus mempertimbangkan efek perubahan tingkat harga. Sedang menurut konsep akuntansi, penghasilan hanya meliputi keuntungan yang direalisasikan dan semua kerugian (termasuk yang belum sesungguhnya terjadi namun besar kemungkinannya akan terjadi); yang di dalam pengukuran atau penentuan jumlahnya tidak perlu mempertimbangkan efek perubahan tingkat harga.

Prinsip Realisasi dan Pengakuan Penghasilan

Diakui bahwa pada umumnya, konsep penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan lebih mendekati konsep akuntansi daripada konsep ekonomik.

Realisasi Penghasilan

Istilah realisasi didefinisikan sebagai saat dimana ketidakpastian yang berkaitan dengan jumlah uang yang pada akhirnya akan diterima tidak lagi tampak; sehingga tidak terdapat lagi keraguan untuk mengakui dan melaporkan adanya sejumlah penghasilan. Adanya perubahan (dalam hal ini kenaikan) nilai dari sumber-sumber ekonomi; secara rasional dapat diukur atau ditentukan jumlahnya. Oleh karena itu, penekanan harus diberikan kepada transaksi, kejadian, atau keadaan; sebagai aspek krusial dalam keseluruhan proses untuk memperoleh penghasilan. Dengan transaksi, kejadian, atau keadaan sebagai acuan, maka secara garis besar penghasilan harus diakui pada saat diperoleh (earned), direalisasikan (realized), atau dapat direalisasikan (realizable).

Tergantung pada sifat dan jenis pekerjaan atau usaha, serta industri dan masing-masing entitas; transaksi atau peristiwa yang dianggap krusial tersebut bisa berupa saat terjadinya:
  1. Penjualan barang atau penyerahan jasa
  2. Penerimaan kas
  3. Diselesaikannya proses produksi atau kegiatan konstruksi
  4. Saat diselesaikannya tahap-tahap tertentu dari suatu proses produksi atau kegiatan konstruksi.
Dalam banyak hal, prinsip realisasi dan pengakuan penghasilan yang dianut oleh Undang-Undang Pajak sama seperti halnya yang dianut oleh Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Namun demikian, dalam setiap hal; UU Pajak biasanya mengatur secara lebih spesifik, serta tidk memberikan banyak alternatif. Lebih dari itu, UU Pajak dapat dikatakan lebih konsisten di dalam menggunakan transaksi atau kejadian sebagai acuan didalam mengakui penghasilan (dan biaya sebagai pengurang penghasilan bruto). Pengakuan penghasilan atas kontrak jangka panjang misalnya, sementara SAK memperkenankan baik metode kontrak selesai maupun metode persentase penyelesaian; UU Pajak hanya memperkenankan metode persentase penyelesaian. Demikian pula menyangkut pengakuan terhadap Biaya Kerugian Piutang sebagai pengurang penghasilan bruto. Sementara SAK memperkenankan baik metode cadangan maupun metode penghapusan langsung untuk mengakui biaya kerugian piutang. Dihadapkan pada ketidakpastian, dalam banyak hal SAK lebih toleran dibanding UU Pajak. Hal ini disebabkan oleh karen di dalam mengakui penghasilan (pendapatan, keuntungan, dan kerugian) disamping didasarkan pada konsep realisasi, SAK juga menganut konsep konservatisme, yang dapat dikatakan tidak di kenal dalam UU Pajak.

Sisi lain yag membuat aplikasi prinsip realisasi penghasilan berbeda antara SAK dengan UU Pajak, adalah terletak pada konsistensinya. Dalam kaitan ini, barangkali tidak salah apabila dikatakan UU Pajak relatif lebih taat asas daripada SAK. Konsistensi di dalam mengaplikasikan prinsip realisasi penghasilan mutlak diperlukan dalam UU Pajak, dengan dua alasan yaitu untuk efisiensi di dalam administrasinya dan untuk menjamin obyektivitas dan perlakuan yang adil bagi semua Wajib Pajak. Adalah mustahil untuk bisa mencipatakan suatu sistem admistrasi yang efisien, obyektif, dan dirasakan adil bagi semua Wajib Pajak terhadap adanya penghasilan yang belum direalisasikan dab biaya yang belum sesungguhnya terjadi; yang pada umumnya harus di dasarkan pada taksiran.

SAK dan UU Pajak keduanya memang menganut prinsip realisasi penghasilan. Namun demikian, seperti telah dikemukakan terdapat beberapa perbedaan di dalam implementasinya. Perbedaan itu, terutama tampak pada toleransinya terhadap alternatif metode atau prosedur, dn penyimpangan-penyimpangan baik dalam kaitannya dengan unsur ketidakpastian maupun konsistensinya. Akan tetapi, karena pada dasarnya menganut prinsip yang sama, maka disamping perbedaan harus diakui pula adanya beberapa kesamaan. Baik SAK maupun UU Pajak, keduanya berorientasi pada transaksi (menggunakan pendekatan transaksi) sehingga diperlukan adanya suatu transaksi, kejadian, atau keadaan sebagai kriteria pengakuan pendapatan.

Sinyal Positif Paket Penyelamatan Ekonomi


Paket kebijakan penyelamatan ekonomi yang kemarin diumumkan pemerintah memberikan harapan positif. Paket kebijakan tersebut bisa diharapkan menjadi penangkal dampak krisis ekonomi global. Paling tidak, ekonomi nasional tidak lagi cenderung rapuh dalam menghadapi terjangan krisis global. Memang, kemarin kurs rupiah maupun indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) masih saja tertekan. Tetapi, itu tidak serta-merta bermakna bahwa paket kebijakan penyelamatan ekonomi yang diluncurkan pemerintah tumpul alias tak bisa diandalkan. Sebab, bagaimanapun, dampak atau pengaruh paket kebijakan itu tidak bersifat jangka pendek atau apalagi instan.

Paket kebijakan penyelamatan ekonomi yang kemarin diumumkan pemerintah memberikan harapan positif. Paket kebijakan tersebut bisa diharapkan menjadi penangkal dampak krisis ekonomi global. Paling tidak, ekonomi nasional tidak lagi cenderung rapuh dalam menghadapi terjangan krisis global. Memang, kemarin kurs rupiah maupun indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) masih saja tertekan. Tetapi, itu tidak serta-merta bermakna bahwa paket kebijakan penyelamatan ekonomi yang diluncurkan pemerintah tumpul alias tak bisa diandalkan. Sebab, bagaimanapun, dampak atau pengaruh paket kebijakan itu tidak bersifat jangka pendek atau apalagi instan.

Paket kebijakan itu paling tidak bisa memberikan sinyal positif mengenai arah dan prospek ekonomi nasional di tengah gejolak krisis global. Ini yang pada gilirannya bisa diharapkan menjadi sentimen menyegarkan terhadap dinamika di pasar uang dan pasar modal lokal. Dengan sentimen seperti itu, tekanan terhadap rupiah maupun IHSG bisa berkurang. Dalam konteks ini, fluktuasi nilai tukar rupiah maupun IHSG mungkin tidak kelewat dalam lagi. Secara psikologis, kepercayaan pelaku di pasar uang maupun pasar modal dalam negeri - yang belakangan ini menyusut drastis - perlahan menjadi pulih.

Kebijakan penyelamatan ekonomi nasional, yang terdiri atas empat paket, sungguh bisa diharapkan menjadi sentimen positif karena langsung menyentuh akar masalah. Paket kebijakan berupa insentif pajak bagi kegiatan ekspor, misalnya, sangat memungkinkan neraca transaksi berjalan segera membaik setelah belakangan ini babakbelur dilanda defisit. Begitu pula paket kebijakan berupa penyederhanaan perizinan investasi secara drastis. Ini sungguh langkah berani, namun sangat taktis - dan karena itu positif bagi kehidupan ekonomi nasional. Selama ini, perizinan investasi tak cukup kondusif karena kelewat berliku dan banyak pos yang harus dilalui. Sekarang, melalui paket kebijakan ekonomi nasional, pos perizinan ini dipangkas menjadi hanya delapan dari semula 69.

Sumber : Koran kompas

OPINI

Bisa dipahami jika dunia usaha pun menyambut hangat paket kebijakan untuk penyelamatan ekonomi nasional ini. Bagi mereka, paket kebijakan tersebut sangat memadai dan menjadi jawaban atas keluhkesah mereka selama ini menyangkut iklim usaha di dalam negeri. Justru itu, ruang ke arah kondisi ekonomi yang kuat dan sehat pun menjadi terbuka lebar. Sikap dunia usaha ini sungguh bisa diharapkan sejalan dengan persepsi pelaku di pasar uang maupun pasar modal. Karena itu pula, tekanan terhadap nilai tukar rupiah maupun harga saham di BEI pun perlahan bisa berkurang. Mungkin tidak drastis, karena tekanan faktor eksternal seiring krisis ekonomi global masih tetap kuat.